Keluarga Berencana


KELUARGA BERENCANA BOLEH atau TIDAK???

Makna dan Maksud Istilah Keluarga Berencana

Kalau kita meninjau persoalan Keluarga Berencana dalam hubungannya dengan ajaran dan hukum syariat islam, perlu sekali dipahami, istilah Keluarga Berencana tidak harus diartikan “berencana untuk tidak mempunyai anak”. Sebab itu tidak sesuai dengan cita-cita islam dalam pernikahan dan keluarga.

Perkawinan atau pernikahan adalah ikatan yang suci lagi mulia dan menggambarkan perkembangan dalam usaha sebuah masyarakat untuk mencari kesempurnaan dan kebahagiaan hidup serta melahirkan keturunan atau zuriat. Tujuan pernikahan yang mulia, disamping untuk kebutuhan insani secara normal, juga agar manusia hidup berkeluarga dan berketurunan yang akan menyambung kelanjutan hidup manusia. Islam dalam ajaran dan bimbingannya yang bertalian dengan pengaturan kehidupan di dunia, mementingkan soal-soal memperluas kehidupan. Dalam arti memperbaiki dan memajukan kehidupan sebaik mungkin, baik dalam bidang rohaniah maupun dalam lahiriah. Islam menyuruh manusia berusaha mencari rezeki, mementingkan pendidikan dan pemeliharaan anak-anak, menghargai jiwa manusia dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Agama islam tidak menghendaki kita hidup dalam segala kelemahan atau kehinaan.

Istilah Keluarga Berencana harus diartikan dalam maknanya yang khas, yaitu dalam bentuk usaha megatur rencana kelahiran anak-anak, disebabkan satu hal dan lain keadaan yang menyebabkan suami dan istri harus bertindak demikian, mengingat tanggung jawabnya terhadap pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, atau anak-anak yang harus dipelihara lahiriah dan batiniah. Menurut WHO, Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri. Sedangkan pengertian umum tentang KB adalah suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi ibu maupun bayinya dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan tidak menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran.

Harus disadari bahwa tujuan dari KB bukan pengurangan jumlah penduduk, bukan juga perbaikan ekonomi saja melainkan untuk kemaslahatan atau kesejahteraan keluarga, khusunya, dan masyarakat umumnya. Dan setiap tujuan yang bermaksud untuk kemaslahatan (kegunaan; kebaikan; manfaat; kepentingan: seorang dermawan banyak beramal untuk – manusia) tentu akan dibenarkan oleh syari’at islam. Keluarga Berencana (KB) dilakukan antara lain dengan jalan ikhtiar pengaturan kelahiran

Masalah Keluarga Berencana Ditinjau dari Sudut Islam

Sebagaimana diketahui, bahwa sumber hukum dalam syariat islam ada empat, yaitu:

1.      Kitab suci Al-Qur’an

2.      Sunnah Rasulullah saw

3.      Ijma (kesepakatan para mujtahid muslimin)

4.      Qiyas (mempersamakan hukum suatu yang tidak tersebut di dalam Al-Qur’an dan sunnah

Perlu dijelaskan bahwa dalam Al-Qur’an tidak didapat suatu ayat yang clear-cut dalam pesoalan Keluarga Berencana. Firman Illahi dalam Al-Qur’an menyebut melarang membunuh anak-anak mu karena takut miskin , Al-Isra 17:31

وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْءًا كَبِيرًا

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmukarena takut kemiskinan. Kami lah yang akan memberirezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnyamembunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

Al-An’am 6:151

قُلْ تَعَالَوْاْ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلاَّ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ وَلاَ تَقْرَبُواْ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَلاَ تَقْتُلُواْ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka;dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).

Sebagaimana telah disinggung di atas, KB atau Keluarga Berencana pada dasarnya bertujuan untuk kemaslahatan (kegunaan; kebaikan; manfaat; kepentingan: seorang dermawan banyak beramal untuk – manusia), baik bagi suami istri secara keluarga maupun bagi masyarakat atau kaum muslimin. Oleh karena itu, KB yang dilakukan oleh suami istri dengan alasan kesehatan jasmani atau rohani, tidak dilarang oleh islam selama tidak membahayakan. Praktik KB antara lain dengan jalan ikhtiar menunda kelahiran atau pemandulan untuk sementara. Bila KB dilakukan dengan cara pemandulan untuk selama-lamanya maka tindakan itu tidak dibenarkan oleh hukum islam.

Haiah Kibaril Ulama (Lembaga di Saudi Arabia yang beranggotakan para ulama) di dalam sebuah pertemuan yang telah lewat dan telah ditetapkan keputusan yang ringkasnya adalah tidak boleh mengkonsumsi pil-pil untuk mencegah kehamilan.

Karena Allah mensyariatkan untuk hamba-Nya sebab-sebab untuk mendapatkan keuturunan dan memperbanyak jumlah umat. Rasulullah bersabda:

تَزَوَّجُوا اَلْوَدُودَ اَلْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمَ يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ

“Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat”

Maka wajib untuk meninggalkan perkara membatasi kelahiran, tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa, seperti :

1.  Sang istri tertimpa penyakit di dalam rahimnya, atau anggota badan yang lain, sehingga berbahaya jika hamil, maka tidak mengapa (menggunakan pil-pil tersebut) untuk keperluan ini.

2.  Demikian juga, jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan isteri keberatan jika hamil lagi, maka tidak terlarang mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu, seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui, sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil, sehingga ia bisa mendidik dengan selayaknya.

Adapun jika penggunaannya dengan maksud berkonsentrasi dalam berkarier atau supaya hidup senang atau hal-hal lain yang serupa dengan itu, sebagaimana yang dilakukan kebanyakan wanita zaman sekarang, maka hal itu tidak boleh.

Setelah kita mengetahui bahwa para ulama membolehkan penggunaan obat pencegah kehamilan dan alat kontrasepsi jika ada sebab yang dibenarkan dalam syariat, maka dalam menggunakannya harus memperhatikan beberapa hal berikut:

1)      Sebelum menggunakan alat kontrasepsi/obat anti hamil hendaknya berkonsultasi dengan seorang dokter muslim yang dipercaya agamanya, sehingga dia tidak gampang membolehkan hal ini, karena hukum asalnya adalah haram. Ini perlu ditekankan karena tidak semua dokter bisa dipercaya, dan banyak di antara mereka yang dengan mudah membolehkan pencegahan kehamilan (KB) karena ketidakpahaman terhadap hukum-hukum syariat Islam

2) Pilihlah alat kontrasepsi yang tidak membahayakan kesehatan, atau minimal yang lebih ringan efek sampingnya terhadap kesehatan

3)  Usahakanlah memilih alat kontrasepsi yang ketika memakai/memasangnya tidak mengharuskan terbukanya aurat besar (kemaluan dan dubur/anus) di hadapan orang yang tidak berhak melihatnya. Karena aurat besar wanita hukum asalnya hanya boleh dilihat oleh suaminya, adapun selain suaminya hanya diperbolehkan dalam kondisi yang sangat darurat (terpaksa) dan untuk keperluan pengobatan

ALAT-ALAT YANG DIPERGUNAKAN UNTUK KB

Obat-obatan seperti tablet atau pil, cairan atau tablet pembunuh atau pelemah bibit pria untuk mencegah bertemunya bibit(sperma) suami dengan bibit (ovum) istri dalam rahim boleh digunakan untuk pelaksanaan KB selama tidak mendatangkan bahaya bagi salah satu atau kedua belah pihak. Selain itu, obat tersebut dipakai sebelum bertemunya kedua bibit suami dan istri di dalam rahum yang berpotensi meneruskan proses kehidupan yang sempurna sebagai calon bayi.

Tentang pemeriksaan dokter terhadap pasien selain suami atau istrinya pada bagian-bagian anggota badan yang termasuk aurat itu diperbolehkan bila memang ada keperluan yang sangat darurat. Bila dokter dan pasiennya berlainan jenis dan bukan mahramnya maka harus dilakukan dengan syarat:

1.      Harus disertai mahram/suami. Ini pun baru boleh dilakukan bila memang : a) tidak ada dokter sejenis ; b) tidak ada dokter yang berlainan jenis yang masih mahramnya

2.      Bagi pasien muslim harus dokter muslim yang memeriksa dan mengobatinya, kecuali bila tidak ada dokter muslim di daerah yang dapat dicapai oleh pasien.

Apa yang dimaksud dengan adanya kepeluan di sini adalaj pengertian yang mengandung darurat, yang perinciannya sebagai berikut :

1.      Untuk bolehnya memeriksa muka dan tangan cukuplah dengan alasan adanya keperluan yang sekadarnya.

2.      Untuk bolehnya memeriksa anggota badan selain kubul dan dubur, baru diperbolehkan apabila sampai pada batas penyakit yang diperbolehkan melakukan tayammum oleh hukum syariat islam.

3.      Untuk bolehnya memeriksa kubul/dubur, baru diperbolehkan bila memang karena darurat sangat.

KESIMPULAN

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan KB untuk kemaslahatan/kesejahteraan keluarga boleh dilakukan selama cara-cara yang ditempuh bisa dibenarkan oleh hukum islam seperti : (1) Tujuan dan pelaksanaannya tidak bertentangan  dengan hukum islam; (2) Pelaksanaannya tidak dipaksakan kepada masyarakat; (3) Obat-obatan/alat-alat yang dipergunakan harus dikontrol dengan ketat dan diberikan sangsi hukuman yang berat bagi siapa saja yang menggunakannya untuk maksud yang tidak baik. Akan tetapi, bila KB dimaksudkan untuk membatasi kelahiran pada jumlah tertentu selaku undang-undang yang berlaku umum maka hal ini tidak dapat dbenarkan oleh syari’at islam. Sebab, hal yang semacam itu bertentangan dengan hikmah pensyari’atan pernikahan.

8 Comments

Filed under Uncategorized